Menjelajah Cibarusah

0
569


Minggu, 25 Juni 2017. Hari itu adalah Hari Lebaran. Seusai salat Idul Fitri, rupanya warga Jakarta dan sekitarnya berhamburan ke luar rumah. Jalanan pun macet hampir di semua sudut kota.

Ada yang bersilaturahmi ke sanak suadara. Ada yang menuju mudik ke luar kota. Ada juga yang sekedar jalan-jaan, berwisata dalam kota dan kuliner.

Saya termasuk yang tergerak meluncur dari rumah jam 10.00. Baru saja memasuki tol Jagorawi, rangkaian kendaraan arah Cawang/Cikunir tersendat. Mengular sampai cibubur bahkan pintu gerbang tol Cimanggis.

Lihat Google Map, semua jalur mengarah Cikunir merah, bahkan merah gelap 😀. Cikunir hingga Gerbang Tol Cikatang Utama juga sama berwarnah merah tua. Info social media macet dimana-mana.

Putar otak, putar kemudi. Banting setir arah Bogor. Terinspirasi dari artikel di media online yang mengulas jalur alternatif Cibarusah.

Petualangan pun dimulai. Menyusuri Jagorawi ke arah Bogor. Lancar jaya, sementara jalur lawan arah menuju Jakarta tampa merayap panjang. Bahkan hingga melewati gerbang Tol Cimanggis masih antri panjang.

Kami pun keluar exit tol Gunung Putri. Jalur yang biasanya padat dengan kendaraan besar dan berat ini lengang. Kawasan ini pusat pabrik semen Indocement dan Holcim (dulu Semen Cibinong).

Google Map mulai difungsikan sebagai guide. Dari pintu Gunung Putri melaju menuju Narogong dan kemudian Cileungsi. Blasss… jalanan lancar hingga perempatan fly over Cileungsi, Bogor.

Lantas kemudi pun bergerak ke kanan menuju arah Jonggol. Lagi-lagi blas lancar pisan. Terus menelusuro jalur melewati Taman Buah Mekarsari, kawasan wisata yang menghadirkan beragam tanaman dan buah Nusantara, yang dibangun oleh Ibu Tien Soeharto (alm).

Sejumlah kompleks perumahan luas dilewati. Antara lain Metlanf, Ciputra Land, Citra Raya, Harvest City. Kawasan menuju Jonggol ini tampak semakin padat oleh pemukiman. Jejeran pabrik kini diselingi berbagai perumahan.

Kawasan yang dulu masih perawan, hijau penuh hutan, kebun, dan hamparan sawah beralih fungsi jadi hutan beton.

Papan penunjuk arah dengan jelas menuliskannarah Cibarusah. Nama kampung ini saya sudah mendengarnya sejak lama. Kebetulan ada kawan sekantor dulu yang berasal dari kampung ini dan kini menjadi salah satu figur terkenal.

Mulailah petualangan dimulai. Jalan raya mengarah Cibarusah yang semula lebar dua jalur makin ke daam makin menyempit. Melintasi jalan-jalan beton. Meski jalan itu digaris median, dibagi dua, namun bila ada kendaraan berpapasan salah satunya harus pelan, menepi.

Untungnya tak banyak mobil yang lewat. Hanya sejumlah motor yang berboncengan dengan penumpangnya tampak berkostum Lebaran.

Pilihan jalur tampak. Menuju Cariu, Loji, atau Jonggol. Lagi-lagi Mbah Google hang menunjukkan ke arah Cariu. Terus hingga muncul lagi oengatah arah ke Cikarang.

Jalanan kecil dan sejumlah lokasi jalannya amblas, menambah asyik petualangan ini. Beberapa motor dari lawan arah teraksa berhenti saat berpapasan karena pinggiran jalan atau sebagian jalan amblas.

Di kiri kanan jalan tampak hamparan sawah. Tampak juga hutan jati. Di ladang-ladang tampak kambing dan sapi berkeliaran.

Rumah-rumah berjejer di sejumlah titik di sepanjang jalur tersebut. Ada rumah beton, tapi banyak juga rumah berdinding bilik bambu. Tampaknya sebagian penduduk di daerah ini masih miskin. Sarana transportasi umum juga sangat jarang. Sejumlah orang menggunakan seeda motor dan juga tampak mobil pickup berpenumpang otang di baknya.

Sempat salah arah ketika bertemu pertigaan tanpa penunjuk arah. Jalannya kok makin kecil. Sementara sinyal telepon seluler hilang hingga Google Map pun tak banyak berperan. Di jalur ini memang sebagian wilayah blank spot.

Karawang menjadi tujuan untuk keluar dari jalur alternatif ini. Dari sini memang bisa ke berbagai arah dan tujuan. Bisa ke Cikarang atau kota Bekasi. Bisa ke Pureakarta lewat Loji. Bisa juga ke arah Cianjur.

Dan kami memilih jalur ke arah Karawang. Saat sinyal blankspot dan banyak jalur tanpa penunjuk arah, feeling pun mulai dioptimalkan. Ada sedikit keraguan tapi tertutup oleh keyakinan. Hingga akhirnya menemukan tanda-tanda keramaian. Rupanya sudah memasuki kawasan Teluk Jambe Karawang. Melintasi bendungan jalur irigasi yang airnya cukup fan melewati sawah-sawah hijau subur.

Menyusuri jalur irigasi hingga bertemu penunjuk arah Karawang dan masuk pintu tol Karawang Barat.

Petualangan menyusuri jalur alternatif pun berakhir. Perjalanan pun berlanjut masuk Tol Cikampek dan lanjut Tol Cipularang.

Jalur ini dapat menjadi pilihan larindari kemacetan bagi para pemudik. Hanya saja jangan jalan malam hari karena jalur ini terbilang sepi dan sebagian tanpa penerangan jalan.

Pemerintah Kabupaten Bogor, Bekasi, dan Karawang tampaknya perlu memberikan perhatian lebih pada kawasan dan jalur alternatif tersebut. Jalan-jalan yang rusak dan amblas mesti segera diperbaiko. Beberapa ruasnya juga harus diperlebar. Dan rambu-rambu lalulintas serta penunjuk arah mesti segera dipasang. Fasilitas penerangan dan pos keamanan juga diperlukan.

Apapun jalur ini menjadi pilihan yang mengasyikan. Kami pun berakhir lari dari kemacetan! 😀

LEAVE A REPLY