GUNTUR SUBAGJA | Chairman, Indostrategic Advisory Group
|
Masa kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) yang berlangsung berbulan-bulan usai sudah. Banyak ritme dan dinamika yang membuat suhu politik nasional memanas sebagai warna dan nuansa dari demokrasi. Kampanye berakhir pada 13 April 2019. Kini memasuki masa tenang hingga hari pencoblosan suara.
Rabu, 17 April 2019. Hari puncak demokrasi Indonesia untuk 5 tahun ke depan. Untuk pertama kalinya, Pemilu Indonesia dilakukan serentak. Masyarakat akan memilih Presiden dan Wakil Presiden serta wakil rakyat di Dewan Perwakilan Republik Indonesia (DPR RI), Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD) RI dan Dewan Perwakilan Rakyat Derah (DPRD) tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), sebanyak 192,8 juta pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Mereka akan memberikan suaranya pada 809.500 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia dan 130 perwailan Republik Indonesia di luar negeri. Jumlah pemilih WNI di luar negeri terdaftar 2,058 juta orang.
Mereka, para pemilih, akan menentukan masa depan Indonesia. Sebagian besar mereka sudah memiliki pilihan, khususnya pilihan untuk calon presiden dari calon wakil presiden. Ada dua pasangan capres-cawapres kali ini. Nomor Urut 01 pasangan Joko Widodo – Maruf Amin. Nomor Urut 02 pasangan Prabowo Subianto – Sandiaga Uno.
Selama masa kampanye kedua pasangan ini bersaing ketat. Kampanye keduanya dihadiri banyak massa pendukung. Beragam survey menunjukkan persaingan perolehan suara yang ketat bagi keduanya. Bahkan sebagian lembaga survey mempublikasikan kemenangan pasangan 01 dan sebagian lembaga survey lainnya mempublikasikan kemenangan pasangan 02. Masing-masing menyampaikan argumen yang kuat dengan dukungan data responden, metode survey, dan tingkat marjin error-nya.
Survey adalah sebuah indikasi. Survey merupakan hasil proses ilmiah sebuah pemetaan melalui responden menjadi sampling yang diupayakan merepresentasikan semua populasi. Namun hasil survey merupakan prediksi. Hasil real-nya bisa sesuai atau mendekati hasil survey-survey tersebut, bisa juga berbeda. Apalagi masih banyak responden yang belum menentukan pilihan atau merahasiakan pilihan. Ini terbukti dari realita hasil pemilihan kepala daerah di Indonesia. Banyak kepala daerah terpilih yang bukan diunggulkan dari hasil survey sebelumnya. Bahkan juga pemilihan Presiden di luar negeri seperti di Amerika Serikat. Dalam sejumlah survey Donald Trump dinyatakan kalah. Realitasnya ia menang mengalahkan calon unggulan Hillary Clinton.
Semua bisa terjadi. Dan menjelang detik-detik pencoblosan suara, juga terjadi migrasi dukungan karena banyak faktor pertimbangan. Masih ada juga pemilih yang belum menentukan pilihan, mereka adalah swing voters atau undecided voters. Bisa jadi mereka baru beberapa saat sebelum pencoblosan punya ketetapan pilihannya.
Mengapa banyak pemilih yang belum menetapkan pilihannya? Saya melihatnya ada tiga kelompok. Pertama adalah, masyarakat yang memposisikan sebagai “Pemilih Netral”, yaitu pemilih yang mendukung kedua pasangan calon presiden tetapi berusaha bersikap netral tidak memilih/belum menetapkan salah satu dari keduanya. Kedua adalah “Pemilih Golput (Golongan Putih)”, yang memposisikan tidak memilih kedua calon presiden/wakil presiden tersebut. Kelompok ini tidak memilih atau tidak hadir di TPS dan tidak memberikan suaranya.
Ketiga, adalah kelompok pemilih yang memang masih “galau”.Kelompok galau ini akan menentukan pilihannya detik-detik menjelang pencoblosan suara.
Apa yang bisa mempengaruhi penetapan pilihan para pemilih? Ada dua arus besar yang terjadi dalam Pilpres 2019. Kencenderungan pertama adalah tren pemilih emosional yang menetapkan pilihannya dengan pertimbangan emosional. Kekurangan dan kelebihan calon tidak menjadi pertimbangan. Mereka hanya menilai calon yang menjadi pilihannya yang paling baik, paling tepat, dan paling benar. Kelompok emosional ini terdapat pada kedua pendukung pasangan capres-cawapres 01 dan 02.
Kencenderungan kedua adalah tren pemilih yang rasional. Para pemilih ini memberikan dukungan suara dengan pertimbangan-pertimbangan rasional: kapasitas, kapabilitas, kepemimpinan, kelebihan, dan kekurangan calon presiden/wakil presiden. Pertimbangan rasional lainnya dalah kondisi politik, kondisi keamanan, kondisi ekonomi, kondisi sosial, dan perkembangan global. Kelompok ini lebih open minded, terbuka pada informasi-informasi dan fakta-fakta yang muncul baik dari calon, media massa, sosial media, dan informasi lainnya.
Sementara kencenderungan ketiga adalah tren pemilih yang “rileks”. Mereka berprinsip siapapun yang akan jadi presiden tidak masalah. Mereka akan menetapkan pilihannya di bilik suara.
Dan ada lagi keccenderungan keempat adalah tren pemilih yang “baper”. Mereka bisa jadi karena keterbatasan memperoleh informasi, atau bisa juga karena ada faktor keinginan lain yang ingin merepresentasikan kepentingan dan harapan personalnya yang akan dituangkan dalam bentuk dukungan kepada calon presiden/wakil presiden yang dianggap menyenangkan dirinya. Kecenderungan pemilih ini kerap mempertimbangkan subyektivitas terhadap figur, seperti kesukaan, kegantengan, kesalehan, keberanian, kesabaran, atau lainnya.
Di era informasi dan komunikasi yang semakin terbuka, banyak informasi yang bisa diperoleh untuk menentukan pilihan terbaik dalam Pemilu 2019. Tapi jangan semua informasi dicerna mentah-mentah, karena di erah keterbukaan informasi ini berseliweran juga “hoax”. Kita sebaiknya memfilter informasi dengan logika.
Mari kita bersikap obyektif terhadap fakta-fakta yang ada dan gagasan pemikiran besar para kandidat baik calon presiden dan wakil presiden, maupun calon-calon anggota legislatif. Pilih calon yang memiliki visi besar, membawa misi untuk kepentingan masyarakat, dan memberikan solusi untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa Indonesia.
Masa depan Indonesia lima tahun ke depan adalah di tangan Anda. Di tangan kita semua. Mari kita bangun dan jaga Pemilu yang damai, jujur, dan adil. Yuk… kita jaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Siapapun presiden dan wakil presiden terpilih, itulah Presiden Republik Indonesia. Presiden kita semua!
—
Blog penulis: www.guntur.id
Social Media: @guntur.id (IG, FB, Twitter)
Email: guntur3000@gmail.com